Portal Newsindo, Kenapa para ulama senior dan kaliber seperti Yusuf Qardhawi, al-'Arifi, Salman Audah, Syaikh Adnan Al-Ar'ur,...
Genangan air mata telah mengalir, menangisi tragedi yang menimpa para pengungsi Suriah yang mengarungi lautan, membela hutan dan menaiki truk-truk berpendingin hanya untuk bertahan hidup, bukan mencari kehidupan yang bermartabat. Mencoba bertahan hidup setelah persekongkolan banyak kekuatan, baik internal maupun external, dengan itikad baik maupun buruk atas penghancuran negeri mereka, dan pembunuhan ratusan ribu saudara setanah air.
Sebuah paradoks besar bahwa negara-negara Arab dan Teluk Persia telah menghabiskan milyaran dolar untuk mempersenjatai teroris (yang mereka sebut; oposisi) hanya untuk kehancuran negara Suriah, tidak menerima pengungsi Suriah meskipun hanya satu orang saja,bahkan menutup perbatasan mereka dengan kawat berduri dan senjata yang terbidik ke kepala para pengungsi. Sementara kepala kita tertunduk malu, melihat media dan telivisi serta pemimpin Eropa memberikan dukungan yang luar biasa bagi pengungsi Suriah, membukakan tempat, perlindungan, kemakmuran, stabilatas dan berjanji membebaskan mereka dari tiran.
Negara-negara Arab yang miskin, diambang kehancuran, dililit utang, defisit anggaran seperti Yordania, Lebanon, dan Mesir menerima ratusan ribu pengungsi Suriah, bahkan jutaan. Mereka tidak punya cukup air dan bahan pangan untuk anak-anak mereka, tetapi mereka berlapang dada menerima pengungsi Suriah, bersimpati dengan penderitaan mereka. Sementara negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, memiliki ratusan miliar dolar dan cadangan devisa di luar negeri, tetapi mereka tutup mata dan telinga seolah tak mau tahu penderitaan para pengungsi. Sikap mereka tidak sesuai dengan semangat Arabisme, Islam, nilai-nilai kesopanan dan kasih sayang.
Negara-negara Eropa menyambut ratusan ribu pengungsi, memberi makan, bantuan, tempat penampungan, menyekolahkan anak-anak pengungsi mulai dari tingkat dasar sampai universitas, memberi kesempatan mereka kerja, memberi kewarganegaraan dan izin tinggal tetap setelah beberapa tahun, dan memenuhi syarat beradaptasi dengan komunitas baru mereka di bawah perlindungan hukum.
Kanselir Jerman, Angela Merkel setiap tahunnya menerima lebih dari 50.000 pengungsi, di antaranya 35.000 berasal dari Suriah. Ia Berjanji tidak akan memulangkan satu orang pengungsi pun, karena itu bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang ia anut. Ia pun memerintahkan Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Mazer pada hari Rabu (2/9) untuk mengubah konstitusi dalam membantu para pengungsi secepat mungkin, dan mengawasi pihak-pihak yang ingin menyalahgunakan atau mengambil kesempatan dalam bisnis perdagangan manusia (trafficking) dan gerakan kristenisasi terhadap pengungsi Suriah.
Terima kasih atas sambutan, empati dan simpati kalian terhadap saudara-saudara kami. Sebalinya kepada kalian (negara-negara Arab), di mana para penguasa kalian? Kenapa kalian menolak menampung mereka? Bukankah kalian orang-orang Arab yang beragaam Islam, yang memiliki keimanan dan ketakwaan lebih utama dari orang-orang Jerman, Inggris, Perancis dan Austria dalam masalah menangani kesusahan yang dihadapi muslim Suriah?
Lihatlah kamp Zaatari di Yordania, saat pertama kali pengungsi Suriah melintasan perbatasan untuk mencari keselamatan dari konflik berdarah yang melanda negeri mereka. Dengarkan cerita horor tentang serigala yang menguras harta mereka, para broker daging manusia yang keluar masuk kamp untuk mencari gadis-gadis lugu Suriah untuk dijual dan dijadikan budak seks. Ada puluhan laporan dan film dokumenter terkait pelanggaran dan kejahatan ini.
Mereka menganggap pengungsi Suriah layaknya tawanan, sementara pemerintah mereka pun terlibat kejahatan ini, bukan karena rakus terhadap rakyat Suriah, tapi lebih karena dendam mereka terhadap Presiden Suriah. Perlakukan biadab, kekerasan dan pelecehan seksual pun meluas hingga kamp pengungsi Suriah yang ada di perbatasan Turki.
Kondisi ini membuat sebagian mereka mencari suaka ke negara-negara Eropa, hingga tragedi tenggelamnya ratusan pengungsi dan puluhan pengungsi yang tewas di dalam minivan berpendingin menghebohkan dunia. Bahkan peristiwa terbaru yang menyebabkan kematian bocah 3 tahun di tepi pantai Turki, telah membuat nitizen mengecam para pemimpin Arab badui.
Sementara mufti-mufti wahabi yang selalu mengobral fatwa seperti al-‘Arifi, Salman Audah, Syaikh Adnan Al-Ar’ur, Abdulaziz al-Sheikh diam seperti kuburan tidak mengeluarkan fatwa kemanusiaan untuk menyelamatan para pengungsi, seperti suara lantangnya ketika mengeluarkan fatwa jihad dan jihad nikah di Suriah. Kenapa mufti-mufti itu tidak meminta Arab Saudi, Qatar, UEA dan Kuwait untuk menyelamatkan para pengungsi? Bukankah mereka Muslim? Bukankah mereka Ahlusunnah wal Jamaah?
Sementara Jerman “negara kafir” yang mengorganisir demonstrasi melawan rasisme, menuntut pemerintah mereka untuk menerima pengungsi Suriah tanpa pembatasan dan hambatan. Bahkan spanduk-spanduk di stadion sepak bola menyerukan hal yang sama. Lalu kenapa mufti-mufti wahabi tidak menyerukan hal yang sama? atau memang pemimpin-pemimpin Arab tidak punya nurani dan rasa kemanusiaan?
Negara-negara barat yang mereka anggap “kafir” menawarkan subsidi, pendidikan dan perawatan medis. Sementara negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, yang kaya dan memiliki pundi-pundi uang, serta aset ratusan milyar dolar, bukan hanya menutup diri dan tidak peduli, tapi justru mereka membuat kekacauan di Suriah, menghancuran rumah-rumah yang ditinggalkan para pengungsi, menabur beni perselisihan sektarian, mengeksekusi dan memperjual-belikan mereka sebagai budak seks, dengan pengiriman militan dan teroris yang telah dipersenjatai dan diternakkan
Jika kalian (negara-negara Arab) tidak ingin menyabut dan membantu para pengungsi Suriah, maka paling tidak hentikanlah kejahatan kalian terhadap mereka, tidak usah mencampuri urusan negara (Suriah) mereka.
Krisis Yaman, intervensi militer Saudi yang telah memasuki bulan ke-5, kami yakin itu akan berlanjut dan akan memasuki tahun kelima dan mungkin keenam dan kesepuluh, seperti yang terjadi di Suriah. Blokade yang diberlakukan oleh negara-negara koalisi Saudi, darat, laut dan udara, sama persis dengan blokade yang dikenakan pada Suriah, setidaknya penduduk Suriah dapat melarikan diri ke Lebanon, Yordania, Irak dan Eropa, tetapi ke mana pengungsi Yaman akan berlari dan bagaimana? Apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka melanggar blokade dan membanjiri wilayah Saudi untuk mencari keamanan? Apakah kalian Arab akan menyambutnya dengan hangat, seperti yang dilakukan Lebanon dan Yordania dan Eropa? atau akan mencegah mereka? Kami hanya meminta, dan kami tahu bahwa kami tidak akan mendapatkan jawaban, tetapi kutukan dan penghinaan seperti biasanya.
Setelah perang Kuwait pada tahun 1991, beberapa warga Irak yang bersalah mencari perlindungan di Arab Saudi, termasuk tentara dan keluarga mereka, apa yang terjadi dengan orang-orang ini? Saudi menempatkan mereka di kamp Rafha di tengah gurun pasir, dengan penjagaan yang ketat, dan tidak diperbolehkan meninggalkan kamp selama lebih dari lima tahun. Bahkan pemeritah Saudi rela mengeluarkan jutaan dolar untuk organisasi PBB urusan pengungsi untuk menampung mereka di negara-negara Eropa seperti Swedia, Norwegia dan Kanada.
Ketahuilah bahwa sebagian besar pengungsi Suriah yang berimigrasi ke Eropa adalah Ahlusunnah. Kemana ulama-ulama yang fanatik dengan ke-sunnahan? Kenapa mereka tidak menghentikan penderitaan saudara seiman mereka? Dimana oposisi Suriah yang mengaku sedang berjuang demi rakyat Suriah? Kenapa oposisi Suriah diam tidak memperdulikan para pengungsi? Kenapa dan Kenapa? Semoga Allah membalas orang-orang zalim atas kejahatan mereka. [Arn/Raialyoum]
arrahmahnews.com