Ira Oemar, penulis sekaligus aktivis media sosial, dilaporkan ke Polisi oleh Gerakan Pemuda Jokowi karena menyebarkan Hoax dan ujaran keb...
Gerakan Pemuda Jokowi akhirnya melaporkan Iramawati Oemar, penulis sekaligus aktivis media sosial ke Polisi karena menyebarkan Hoax dan kebencian kepada pemerintahan Presiden Jokowi melalui tulisan-tulisannya di akun Facebook miliknya.
Ira Oemar dilaporkan ke Polisi untuk memberikan pembelajaran hukum dan efek jera bagi dirinya dan kaum bumi datar lainnya yang kerap menebarkan kebencian dan Hoax dengan tujuan untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Jokowi yang sah dan konstitusional.
“Ini bukan sikap diktator atau anti kritik, tetapi penegakan hukum,” ujar Koordinator Gerakan Pemuda Jokowi, Hendra Suseno Wijaya. Presiden Jokowi sangat terbuka terhadap kritik dan harapannya memberikan solusi. “Yang terjadi saat ini bukan kritik, tetapi menghina Presiden Jokowi dan menyebarkan hoax,” ujar Hendra.
Setelah saya meluncur ke akun Facebooknya Ira Oemar ini saya temukan betapa aura kebencian terhadap pemerintahan Presiden Jokowi begitu kental terasa yang dibungkus dengan gaya bahasa yang ringan agar mudah dimengerti oleh semua golongan pembaca.
Saya tidak tahu apa salah Jokowi terhadap orang ini, semua tulisan-tulisannya bukan merupakan kategori kritik yang membangun ke pemerintah, akan tetapi ujaran kebencian yang teramat sangat terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya.
Dari akun Facebooknya, Ira Oemar Alumni 212. Berikut ini dua akun Facebooknya yang dia gunakan untuk menyerang pemerintahan Presiden Jokowi dengan menebar Hoax dan ujaran kebencian.
https://www.facebook.com/Iramawati.Oemar
https://www.facebook.com/IraOemar2017
Menyimak dari tulisan-tulisannya, Ira Oemar ini adalah penulis yang cerdas. Gaya bahasanya ringan dengan komposisi paragraph yang ramping. Mulai dari struktur menulisnya, alir dan diksi, sengaja dia tampilkan untuk menggiring para pembaca ke arah provokasi yang terselubung.
Tidak seperti para pembenci Presiden Jokowi lainnya yang melakukan penghinaan yang brutal terhadap Jokowi karena kapasitas otak mereka hanya setengah ons dengan kadar IQ level Pentium 1, Ira Oemar ini adalah penulis cerdas, yaitu cerdas merangkai kata dan memanipulasi fakta untuk memprovokasi para pembacanya.
Tulisan-tulisannya ibaratnya air yang jernih mengalir tenang di sungai yang bening, namun tanpa disadari ternyata air sungai yang jernih dan tenang itu mengandung sianida yang mematikan. Kini setelah dilaporkan Gerakan Pemuda Jokowi ke Polisi, baru dia mewek-mewek bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala seolah-olah mengalami penderitaan dan cobaan hidup yang teramat sangat berat. Sebelumnya kemana?
MASYAA ALLAH…, UKHUWAH ITU MEMBUAT HAMBA MALU YA ALLAH!
====================
Dalam dua hari ini banyak hal yang membuat saya terkesima dan takjub, hingga hanya bisa istighfar dan bersyukur. Bukan soal berita pelaporan yang sempat ramai di linimasa facebook, tapi reaksi yang terjadi pasca link berita itu muncul.
Saya sendiri sedang sibuk dengan pekerjaan rutin ketika di grup WA dan inbox messenger FB ada yang mengirimkan link berita tersebut. Dan seperti aliran air, bertubi-tubi inbox masuk setelah itu. Hanya selang 20 menitan sejak link berita itu saya terima, sudah ada telepon masuk yang belum saya kenali nomornya. Ternyata dari seorang pengacara yang menawarkan bantuan pendampingan hukum jika saya membutuhkan. Masyaa Allah…, Alhamdulillah ya Allah, telah Engkau kirim pertolonganMu.
Dan setelah itu, sepanjang siang hingga sore saya disibukkan membalas puluhan inbox yang masuk di messenger saya dan WA. kepedulian sahabat-sahabat FB luar biasa. Bahkan yang membuat saya heran sekaligus haru, yang berkirim inbox bukan hanya FBers yang biasa berinteraksi dengan saya di kolom komentar dari status-status saya. Sebagian dari mereka justru jarang saya lihat berkomentar. Ya mungkin saja silent reader yang hanya menyinggahkan jempolnya.
Bahkan ada pula akun-akun yang belum berteman dengan saya, sehingga untuk masuk ke messenger perlu otorisasi dari saya dulu. Banyak diantara mereka yang sebenarnya sudah meminta pertemanan namun tidak bisa di accept karena kuota sudah full.
Bahkan ada seorang Ibu yang dari fotonya saya taksir usianya 50an tahun, beliau bilang selama ini tidak pernah berkomentar, hanya silent reader, tapi kali ini ikut gregetan. Beliau belum berteman dengan saya di FB. Masyaa Allah…
Saya sendiri tergabung dalam beberapa grup WA, diantaranya ada grup WA “wajib” seperti grup WA alumni SD, SMP, SMA dan teman kuliah seangkatan. Sehari-hari saya kerap melewatkan begitu saja obrolan di grup WA, karena kesibukan saya. Jadi bisa dibilang saya member non aktif, hanya dimasukkan saja, tapi tak pernah berkomentar. Kalau ada kabar reuni, barulah saya dijapri oleh salah satu teman.
Nah, sepanjang Selasa kemarin saya pun seperti hari-hari sebelumnya, tak sempat membuka grup WA. Baru kemarin siang saat hendak makan siang, saya buka grup WA alumni SD saya, niatnya mau clear chat karena message sudah menumpuk.
Iseng saya baca beberapa message terakhir, ternyata ada teman yang mengkhawatirkan keadaan saya.
Mau tak mau saya harus nimbrung obrolan itu, agar mereka tenang saja, saya baik-baik saja.
Kata salah satu teman (sebut saja namanya Melati), dia ngobrol di telepon dengan teman SMP saya (anggaplah namanya Bagus) yang kebetulan satu SMA dengan Melati, si Bagus ini sampai menangis saking sedihnya membaca kabar tentang diri saya.
Masyaa Allah…haru…
Saya minta nomor HP si Bagus, karena saya sendiri tak punya kontaknya, maklum sudah bertahun-tahun kami tidak berkomunikasi langsung. Memang sesekali si Bagus terlihat berkomentar di status saya, namun itupun jarang sekali.
Saya pikir si Bagus harus saya japri agar dia yakin saya baik-baik saja.
Rabu petang, teman SMP saya yang lain japri saya di WA. Intinya sama : menanyakan kabar saya dan menyampaikan pesan teman-teman di grup WA alumni SMP. Bahkan ada WA teman yang dia copas, katanya teman tersebut siap menghubungi teman-temannya aktivis di Jakarta untuk membantu saya.
Masyaa Allah…, sekali lagi saya dibuat surprised dan haru dengan kepedulian mereka.
Kemarin pagi, saya juga menerima telepon dari salah satu sahabat FB, dia cerita dirinya hari Selasa petang sudah berkoordinasi dengan pengacara dari GNPF MUI dan Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara) untuk membantu saya.
Jika saya bersedia, saya tinggal hubungi nomor HP nya.
Subhanallaah…, Gusti ALLAH mboten sare, kata wong Jowo.
Dan dini hari ini, bersamaan dengan bunyi alarm tahajjud, ada inbox masuk. Seorang sahabat FB menyampaikan pesan bahwa dia sudah menghubungi FPI, yang siap juga bantu saya. “Ini nomor kontaknya Bun, silakan Bunda hubungi, sampaikan bahwa Bunda dapat dari Ustadz Fulan.”
Masya Allah, Subhanallaah…, sekali lagi saya speechless melihat dan merasakan langsung ukhuwah yang begitu kuat dari sesama Muslim yang meskipun mereka dan saya tidak saling mengenal sama sekali, tapi kepeduliannya begitu besar.
Ada pula teman yang kirim WA, katanya teman SMP, SMA dan teman semasa kuliahnya pada ikut mendoakan saya, meski mereka tidak kenal saya, karena kami sesama “alumni 212”. Subhanallah, ghirah dan ukhuwah sudah menyatu dalam diri kami.
Ada beberapa inbox dari Emak-emak medsos, yang isinya membuat saya haru. Mereka bilang sangat mengkhawatirkan keadaan saya, posisi domisilinya jauh, tapi ingin bisa membantu saya. Intinya apa yang bisa dia dan keluarganya lakukan untuk saya, agar bisa membantu. Ma syaa Allah… Lagi-lagi perasaan saya seperti diaduk-aduk.
Ada juga yang WA menyampaikan pesan dari teman-teman FBers lainnya, intinya siap untuk menggalang bantuan dana jika saya membutuhkan. Ma syaa Allah…., Subhanallaah begitu besar pemeliharaanMU, ya Allah!
Dalam kesulitan kecil Engkau perlihatkan begitu banyaaak sekali kemudahan… hiks….
Saya malu sekali pada Allah, karena teringat betapa sering saya sedikit “melupakan” Allah disaat lapang, padahal Allah membersamai saya disaat sempit.
Pada akhirnya, justru reaksi para nettizen dan sahabat-sahabat (baik di dunia kaya maupun nyata) yang lebih mendominasi pikiran dan perasaan saya. Soal aduan itu tidak terlalu merisaukan saya, karena memang inilah resiko perjuangan.
LAA TAHZAN!!! INNALLAAHA MA’ANA.
JANGAN TAKUT, DON’T WORRY, ALLAH BERSAMA KITA.
Selama keyakinan bahwa Allah membersamai kita dalam keadaan lapang maupun sempit, adakah yang perlu dikhawatirkan??!
Jujur saja, sejak kejadian pembacokan yang menimpa Pak Herman Sya, saya jadi berpikir bahwa hal terburuk bisa saja menimpa siapa pun aktivis yang kritis, di jaman yang serba terbalik ini. Bahkan seandainya anda tidak bersalah sekalipun, tetap bisa dibidik jika anda dianggap “membahayakan”.
Premanisme ala Iwan Bopeng sedang eksis. Iwan Bopeng bak the untouchable. Para pembacok sedang mendapatkan panggungnya. Penyiram air keras tak terjamah. Ini tanda bahwa tidak ada yang bisa merasa aman jika anda berada di posisi yang tidak dikehendaki. Seolah semua harus berada di barisan yang sama.
Musibah dan petaka bisa menimpa siapa saja dan dimana saja. Dan jika Allah ijinkan semua itu menimpa, maka tak akan ada yang bisa menghindar. Karenanya, memohon perlindungan dan pemeliharaan Allah adalah yang terbaik.
Katakanlah musibah menimpa, tapi jika Allah masih memelihara kita, maka akan selamat. Seperti halnya pak Herman Sya yang dibacok berkali-kali di titik yang vital dan mematikan, tapi karena Allah masih memeliharanya, maka beliau bisa sehat kembali bahkan hadir di acara milad FPI.
Pun juga demikian ketika kita dilaporkan pada pemegang kekuasaan dan aparaturnya, maka sebaik-baik cara menghadapinya adalah melapor kepada Sang Pemilik Kekuasaan.
Ibaratnya seorang sopir, dia hanya memegang kunci mobil, tetapi bukan pemilik mobil. Pemilik mobillah yang lebih berkuasa. Kunci mobil bisa sewaktu-waktu diambil oleh sang pemilik mobil.
Pemegang kekuasaan bisa silih berganti, sesuai janji Allah, Dia akan mempergilirkan kejayaan dan kekuasaan.
Di dunia ini tidak ada keadilan, sebab keadilan sejati hanya ada di hari akhir kelak, dihadapan Sang Pengadil.
Mantan boss saya pernah berpesan “Keadilan dunia itu hampir tidak ada Ira. Tapi pesan saya, jadi apapun kamu, jangan sampai menjadi kepanjangan tangan dari KETIDAK-ADILAN dunia.”
Nasehat yang sudah “usang” 20 tahun lalu itu, masih saya ingat sampai sekarang.
*** *** ***
Setidaknya ada 2 hal yang membuat saya takjub. Pertama ketika saya melihat dan merasakan sendiri bagaimana “ghirah” yang menyatukan 7 juta orang di Monas dan sekitarnya pada Aksi 212. Datang dari berbagai penjuru tanah air, dengan biaya sendiri, memesan hotel sendiri, saling berbagi makanan dan minuman, semua tumpah ruah dengan perasaan yang sama, meski tak saling mengenal. Bagaimana para ulama besar memuliakan jamaah dengan menyiapkan tempat khusus di shaf depan bagi para santri muda remaja yang berjalan kaki dari Ciamis.
Hari itu, saya paham betul makna GHIRAH.
Yang kedua, apa yang terjadi 2 hari ini. Saya jadi mengerti sepenuhnya apa itu UKHUWAH ISLAMIYAH dan kekuatan SILATURAHMI. Itu sebabnya Rasulullah Muhammad SAW mengatakan “Silaturahmi memperluas rejeki”.
Saya bersyukur tak terhingga pada Allah, diberi kesempatan mengalami semua ini.
Saya jadi MALU HATI menerima semua kebaikan hati, perhatian, dukungan moril dan doa tulus ikhlas dari semua sahabat saya. Baik yang mengenal saya langsung maupun yang hanya mengenal di dunia maya.
Semoga semua makna ukhuwah ini akan mengokohkan keistiqomahan saya, semoga selalu jadi pengingat bagi diri saya agar JANGAN PERNAH MENGKHIANATI perjuangan kita bersama.
Setiap kita memiliki peran dalam perjuangan ini. Jika salah satu dari kita ditakdirkan jadi “martir”, semoga bisa menjalani dengan ikhlas sambil tetap percaya bahwa pertolongan Allah sudah dekat.
Kalau pun harus yang terburuk terjadi, setidaknya akhir dari kiprah kita bukan sedang dalam barisan membela penista agama, atau sedang menghinakan ulama, atau sedang mencibir agama Allah dan mengejek saudaranya seiman yang sedang memperjuangkan eksistensi agamanya.
Perjalanan mungkin masih panjang. Mari asah terus ghirah kita dan pupuk terus ukhuwah kita. Sekali lagi terima kasih yang tak terhingga kepada semuanya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Terutama kepada Barisan Emak-emak Militan, saya bangga menjadi bagian dari sahabat kalian semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
24 Agustus 2017,
Iramawati Oemar
Sekalipun bawa-bawa nama Allah dan bawa-bawa nama FPI, GNPF-MUI, Bang Japar, dan Pengacara segala, memangnya bisa bebas dari jeratan proses hukum? Setiap laporan yang masuk ke Polisi tentu saja akan diproses oleh pihak Kepolisian apakah memenuhi unsur pidana atau tidak dengan melibatkan ahli bahasa dan lain sebagainya.
Proses hukum terhadap laporan yang masuk ke Polisi merupakan protap (Prosedur Tetap) Kepolisian dan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terlapor berhak didampingi Pengacara. Jadi percuma pamer dukungan dan bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala.
Ya begitulah sifat dasar manusia, disaat belum kena masalah, lupa daratan sampai gelap mata membabi buta, giliran kena masalah dilaporkan ke Polisi baru mewek-mewek mengeluarkan senjata pamungkas bawa-bawa nama Allah dengan topeng agama supaya dikasihani dan meraih simpati.
Yang begini ini tipe orang munafik. Jari yang sama melakukan fitnah yang keji dan kebencian, jari yang sama pula bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala. Otaknya dimana?swd
Ira Oemar dilaporkan ke Polisi untuk memberikan pembelajaran hukum dan efek jera bagi dirinya dan kaum bumi datar lainnya yang kerap menebarkan kebencian dan Hoax dengan tujuan untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Jokowi yang sah dan konstitusional.
“Ini bukan sikap diktator atau anti kritik, tetapi penegakan hukum,” ujar Koordinator Gerakan Pemuda Jokowi, Hendra Suseno Wijaya. Presiden Jokowi sangat terbuka terhadap kritik dan harapannya memberikan solusi. “Yang terjadi saat ini bukan kritik, tetapi menghina Presiden Jokowi dan menyebarkan hoax,” ujar Hendra.
Setelah saya meluncur ke akun Facebooknya Ira Oemar ini saya temukan betapa aura kebencian terhadap pemerintahan Presiden Jokowi begitu kental terasa yang dibungkus dengan gaya bahasa yang ringan agar mudah dimengerti oleh semua golongan pembaca.
Saya tidak tahu apa salah Jokowi terhadap orang ini, semua tulisan-tulisannya bukan merupakan kategori kritik yang membangun ke pemerintah, akan tetapi ujaran kebencian yang teramat sangat terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya.
Dari akun Facebooknya, Ira Oemar Alumni 212. Berikut ini dua akun Facebooknya yang dia gunakan untuk menyerang pemerintahan Presiden Jokowi dengan menebar Hoax dan ujaran kebencian.
https://www.facebook.com/Iramawati.Oemar
https://www.facebook.com/IraOemar2017
Menyimak dari tulisan-tulisannya, Ira Oemar ini adalah penulis yang cerdas. Gaya bahasanya ringan dengan komposisi paragraph yang ramping. Mulai dari struktur menulisnya, alir dan diksi, sengaja dia tampilkan untuk menggiring para pembaca ke arah provokasi yang terselubung.
Tidak seperti para pembenci Presiden Jokowi lainnya yang melakukan penghinaan yang brutal terhadap Jokowi karena kapasitas otak mereka hanya setengah ons dengan kadar IQ level Pentium 1, Ira Oemar ini adalah penulis cerdas, yaitu cerdas merangkai kata dan memanipulasi fakta untuk memprovokasi para pembacanya.
Tulisan-tulisannya ibaratnya air yang jernih mengalir tenang di sungai yang bening, namun tanpa disadari ternyata air sungai yang jernih dan tenang itu mengandung sianida yang mematikan. Kini setelah dilaporkan Gerakan Pemuda Jokowi ke Polisi, baru dia mewek-mewek bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala seolah-olah mengalami penderitaan dan cobaan hidup yang teramat sangat berat. Sebelumnya kemana?
MASYAA ALLAH…, UKHUWAH ITU MEMBUAT HAMBA MALU YA ALLAH!
====================
Dalam dua hari ini banyak hal yang membuat saya terkesima dan takjub, hingga hanya bisa istighfar dan bersyukur. Bukan soal berita pelaporan yang sempat ramai di linimasa facebook, tapi reaksi yang terjadi pasca link berita itu muncul.
Saya sendiri sedang sibuk dengan pekerjaan rutin ketika di grup WA dan inbox messenger FB ada yang mengirimkan link berita tersebut. Dan seperti aliran air, bertubi-tubi inbox masuk setelah itu. Hanya selang 20 menitan sejak link berita itu saya terima, sudah ada telepon masuk yang belum saya kenali nomornya. Ternyata dari seorang pengacara yang menawarkan bantuan pendampingan hukum jika saya membutuhkan. Masyaa Allah…, Alhamdulillah ya Allah, telah Engkau kirim pertolonganMu.
Dan setelah itu, sepanjang siang hingga sore saya disibukkan membalas puluhan inbox yang masuk di messenger saya dan WA. kepedulian sahabat-sahabat FB luar biasa. Bahkan yang membuat saya heran sekaligus haru, yang berkirim inbox bukan hanya FBers yang biasa berinteraksi dengan saya di kolom komentar dari status-status saya. Sebagian dari mereka justru jarang saya lihat berkomentar. Ya mungkin saja silent reader yang hanya menyinggahkan jempolnya.
Bahkan ada pula akun-akun yang belum berteman dengan saya, sehingga untuk masuk ke messenger perlu otorisasi dari saya dulu. Banyak diantara mereka yang sebenarnya sudah meminta pertemanan namun tidak bisa di accept karena kuota sudah full.
Bahkan ada seorang Ibu yang dari fotonya saya taksir usianya 50an tahun, beliau bilang selama ini tidak pernah berkomentar, hanya silent reader, tapi kali ini ikut gregetan. Beliau belum berteman dengan saya di FB. Masyaa Allah…
Saya sendiri tergabung dalam beberapa grup WA, diantaranya ada grup WA “wajib” seperti grup WA alumni SD, SMP, SMA dan teman kuliah seangkatan. Sehari-hari saya kerap melewatkan begitu saja obrolan di grup WA, karena kesibukan saya. Jadi bisa dibilang saya member non aktif, hanya dimasukkan saja, tapi tak pernah berkomentar. Kalau ada kabar reuni, barulah saya dijapri oleh salah satu teman.
Nah, sepanjang Selasa kemarin saya pun seperti hari-hari sebelumnya, tak sempat membuka grup WA. Baru kemarin siang saat hendak makan siang, saya buka grup WA alumni SD saya, niatnya mau clear chat karena message sudah menumpuk.
Iseng saya baca beberapa message terakhir, ternyata ada teman yang mengkhawatirkan keadaan saya.
Mau tak mau saya harus nimbrung obrolan itu, agar mereka tenang saja, saya baik-baik saja.
Kata salah satu teman (sebut saja namanya Melati), dia ngobrol di telepon dengan teman SMP saya (anggaplah namanya Bagus) yang kebetulan satu SMA dengan Melati, si Bagus ini sampai menangis saking sedihnya membaca kabar tentang diri saya.
Masyaa Allah…haru…
Saya minta nomor HP si Bagus, karena saya sendiri tak punya kontaknya, maklum sudah bertahun-tahun kami tidak berkomunikasi langsung. Memang sesekali si Bagus terlihat berkomentar di status saya, namun itupun jarang sekali.
Saya pikir si Bagus harus saya japri agar dia yakin saya baik-baik saja.
Rabu petang, teman SMP saya yang lain japri saya di WA. Intinya sama : menanyakan kabar saya dan menyampaikan pesan teman-teman di grup WA alumni SMP. Bahkan ada WA teman yang dia copas, katanya teman tersebut siap menghubungi teman-temannya aktivis di Jakarta untuk membantu saya.
Masyaa Allah…, sekali lagi saya dibuat surprised dan haru dengan kepedulian mereka.
Kemarin pagi, saya juga menerima telepon dari salah satu sahabat FB, dia cerita dirinya hari Selasa petang sudah berkoordinasi dengan pengacara dari GNPF MUI dan Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara) untuk membantu saya.
Jika saya bersedia, saya tinggal hubungi nomor HP nya.
Subhanallaah…, Gusti ALLAH mboten sare, kata wong Jowo.
Dan dini hari ini, bersamaan dengan bunyi alarm tahajjud, ada inbox masuk. Seorang sahabat FB menyampaikan pesan bahwa dia sudah menghubungi FPI, yang siap juga bantu saya. “Ini nomor kontaknya Bun, silakan Bunda hubungi, sampaikan bahwa Bunda dapat dari Ustadz Fulan.”
Masya Allah, Subhanallaah…, sekali lagi saya speechless melihat dan merasakan langsung ukhuwah yang begitu kuat dari sesama Muslim yang meskipun mereka dan saya tidak saling mengenal sama sekali, tapi kepeduliannya begitu besar.
Ada pula teman yang kirim WA, katanya teman SMP, SMA dan teman semasa kuliahnya pada ikut mendoakan saya, meski mereka tidak kenal saya, karena kami sesama “alumni 212”. Subhanallah, ghirah dan ukhuwah sudah menyatu dalam diri kami.
Ada beberapa inbox dari Emak-emak medsos, yang isinya membuat saya haru. Mereka bilang sangat mengkhawatirkan keadaan saya, posisi domisilinya jauh, tapi ingin bisa membantu saya. Intinya apa yang bisa dia dan keluarganya lakukan untuk saya, agar bisa membantu. Ma syaa Allah… Lagi-lagi perasaan saya seperti diaduk-aduk.
Ada juga yang WA menyampaikan pesan dari teman-teman FBers lainnya, intinya siap untuk menggalang bantuan dana jika saya membutuhkan. Ma syaa Allah…., Subhanallaah begitu besar pemeliharaanMU, ya Allah!
Dalam kesulitan kecil Engkau perlihatkan begitu banyaaak sekali kemudahan… hiks….
Saya malu sekali pada Allah, karena teringat betapa sering saya sedikit “melupakan” Allah disaat lapang, padahal Allah membersamai saya disaat sempit.
Pada akhirnya, justru reaksi para nettizen dan sahabat-sahabat (baik di dunia kaya maupun nyata) yang lebih mendominasi pikiran dan perasaan saya. Soal aduan itu tidak terlalu merisaukan saya, karena memang inilah resiko perjuangan.
LAA TAHZAN!!! INNALLAAHA MA’ANA.
JANGAN TAKUT, DON’T WORRY, ALLAH BERSAMA KITA.
Selama keyakinan bahwa Allah membersamai kita dalam keadaan lapang maupun sempit, adakah yang perlu dikhawatirkan??!
Jujur saja, sejak kejadian pembacokan yang menimpa Pak Herman Sya, saya jadi berpikir bahwa hal terburuk bisa saja menimpa siapa pun aktivis yang kritis, di jaman yang serba terbalik ini. Bahkan seandainya anda tidak bersalah sekalipun, tetap bisa dibidik jika anda dianggap “membahayakan”.
Premanisme ala Iwan Bopeng sedang eksis. Iwan Bopeng bak the untouchable. Para pembacok sedang mendapatkan panggungnya. Penyiram air keras tak terjamah. Ini tanda bahwa tidak ada yang bisa merasa aman jika anda berada di posisi yang tidak dikehendaki. Seolah semua harus berada di barisan yang sama.
Musibah dan petaka bisa menimpa siapa saja dan dimana saja. Dan jika Allah ijinkan semua itu menimpa, maka tak akan ada yang bisa menghindar. Karenanya, memohon perlindungan dan pemeliharaan Allah adalah yang terbaik.
Katakanlah musibah menimpa, tapi jika Allah masih memelihara kita, maka akan selamat. Seperti halnya pak Herman Sya yang dibacok berkali-kali di titik yang vital dan mematikan, tapi karena Allah masih memeliharanya, maka beliau bisa sehat kembali bahkan hadir di acara milad FPI.
Pun juga demikian ketika kita dilaporkan pada pemegang kekuasaan dan aparaturnya, maka sebaik-baik cara menghadapinya adalah melapor kepada Sang Pemilik Kekuasaan.
Ibaratnya seorang sopir, dia hanya memegang kunci mobil, tetapi bukan pemilik mobil. Pemilik mobillah yang lebih berkuasa. Kunci mobil bisa sewaktu-waktu diambil oleh sang pemilik mobil.
Pemegang kekuasaan bisa silih berganti, sesuai janji Allah, Dia akan mempergilirkan kejayaan dan kekuasaan.
Di dunia ini tidak ada keadilan, sebab keadilan sejati hanya ada di hari akhir kelak, dihadapan Sang Pengadil.
Mantan boss saya pernah berpesan “Keadilan dunia itu hampir tidak ada Ira. Tapi pesan saya, jadi apapun kamu, jangan sampai menjadi kepanjangan tangan dari KETIDAK-ADILAN dunia.”
Nasehat yang sudah “usang” 20 tahun lalu itu, masih saya ingat sampai sekarang.
*** *** ***
Setidaknya ada 2 hal yang membuat saya takjub. Pertama ketika saya melihat dan merasakan sendiri bagaimana “ghirah” yang menyatukan 7 juta orang di Monas dan sekitarnya pada Aksi 212. Datang dari berbagai penjuru tanah air, dengan biaya sendiri, memesan hotel sendiri, saling berbagi makanan dan minuman, semua tumpah ruah dengan perasaan yang sama, meski tak saling mengenal. Bagaimana para ulama besar memuliakan jamaah dengan menyiapkan tempat khusus di shaf depan bagi para santri muda remaja yang berjalan kaki dari Ciamis.
Hari itu, saya paham betul makna GHIRAH.
Yang kedua, apa yang terjadi 2 hari ini. Saya jadi mengerti sepenuhnya apa itu UKHUWAH ISLAMIYAH dan kekuatan SILATURAHMI. Itu sebabnya Rasulullah Muhammad SAW mengatakan “Silaturahmi memperluas rejeki”.
Saya bersyukur tak terhingga pada Allah, diberi kesempatan mengalami semua ini.
Saya jadi MALU HATI menerima semua kebaikan hati, perhatian, dukungan moril dan doa tulus ikhlas dari semua sahabat saya. Baik yang mengenal saya langsung maupun yang hanya mengenal di dunia maya.
Semoga semua makna ukhuwah ini akan mengokohkan keistiqomahan saya, semoga selalu jadi pengingat bagi diri saya agar JANGAN PERNAH MENGKHIANATI perjuangan kita bersama.
Setiap kita memiliki peran dalam perjuangan ini. Jika salah satu dari kita ditakdirkan jadi “martir”, semoga bisa menjalani dengan ikhlas sambil tetap percaya bahwa pertolongan Allah sudah dekat.
Kalau pun harus yang terburuk terjadi, setidaknya akhir dari kiprah kita bukan sedang dalam barisan membela penista agama, atau sedang menghinakan ulama, atau sedang mencibir agama Allah dan mengejek saudaranya seiman yang sedang memperjuangkan eksistensi agamanya.
Perjalanan mungkin masih panjang. Mari asah terus ghirah kita dan pupuk terus ukhuwah kita. Sekali lagi terima kasih yang tak terhingga kepada semuanya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Terutama kepada Barisan Emak-emak Militan, saya bangga menjadi bagian dari sahabat kalian semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
24 Agustus 2017,
Iramawati Oemar
Sekalipun bawa-bawa nama Allah dan bawa-bawa nama FPI, GNPF-MUI, Bang Japar, dan Pengacara segala, memangnya bisa bebas dari jeratan proses hukum? Setiap laporan yang masuk ke Polisi tentu saja akan diproses oleh pihak Kepolisian apakah memenuhi unsur pidana atau tidak dengan melibatkan ahli bahasa dan lain sebagainya.
Proses hukum terhadap laporan yang masuk ke Polisi merupakan protap (Prosedur Tetap) Kepolisian dan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terlapor berhak didampingi Pengacara. Jadi percuma pamer dukungan dan bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala.
Ya begitulah sifat dasar manusia, disaat belum kena masalah, lupa daratan sampai gelap mata membabi buta, giliran kena masalah dilaporkan ke Polisi baru mewek-mewek mengeluarkan senjata pamungkas bawa-bawa nama Allah dengan topeng agama supaya dikasihani dan meraih simpati.
Yang begini ini tipe orang munafik. Jari yang sama melakukan fitnah yang keji dan kebencian, jari yang sama pula bawa-bawa nama Allah dan Ukhuwah segala. Otaknya dimana?swd