JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat saat ini tidak bisa lagi dijadikan patokan u...
Jokowi meminta masyarakat beralih untuk mengukur nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain, seperti yuan renminbi, mata uang resmi Republik Rakyat China.
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menjadi pembicara kunci dalam Sarasehan 100 Ekonom yang digelar Indef, di Jakarta, Selasa (6/12).
Jokowi mengatakan, pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, mata uang berbagai negara termasuk Indonesia mengalami pelemahan terhadap dollar AS.
Namun, Jokowi menilai, melemahnya nilai tukar tersebut harusnya tidak menjadi kekhawatiran besar.
"Menurut saya, kurs rupiah dan dollar bukan lagi tolok ukur yang tepat," kata Jokowi.
Sebab, lanjut dia, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini tidak begitu signifikan, hanya 10 persen. Di sisi lain, Trump dengan kebijakan "America first" akan lebih membuat AS berjalan sendiri.
"Artinya, kurs rupiah-dollar semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, tetapi semakin mencerminkan kebijakan ekonomi AS yang saya sampaikan jalan sendiri tadi," ucap Jokowi.
Harusnya, lanjut Jokowi, masyarakat dan dunia usaha mulai mengukur Indonesia dengan mitra dagang terbesarnya. Saat ini, lanjut Jokowi, China adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia, dengan total ekspor mencapai 15 persen. Sementara itu, Eropa 11,4 persen dan Jepang 10,7 persen.
"Kalau Tiongkok (China) terbesar ya harusnya rupiah-renminbi yang relevan," ucap Jokowi.
Presiden Jokowi pun meminta 100 ekonom berperan menstabilkan kurs rupiah. Sebab, katanya dalam satu tahun terakhir, rupiah sudah anjlok lebih dari 2 persen.
Rupiah semakin melemah terhadap dollar Amerika setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45. Investor asing banyak yang meninggalkan Indonesia hingga membuat rupiah terjatuh.
Presiden mengklaim pelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.Terlebih porsi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat saat ini tidak terlalu besar yaitu hanya 10 persen. Dollar Amerika Serikat dinilai sudah tidak relevan dijadikan acuan valuta asing.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga menyinggung soal mata uang rupiah yang tidak terpengaruh atas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, padahal mata uang seluruh dunia turun.
"Terpilihnya Donald Trump jadi presiden AS praktis semua mata uang di dunia melemah terhadap dollar. Tetapi menurut saya rupiah relatif stabil dibanding mata uang lainnya," ujar Jokowi.
Jika melihat secara historis, sehari setelah Trump memenangi pilpres AS, investor dan pialang AS langsung menarik dananya di berbagai belahan dunia untuk dialihkan ke pasar keuangan dan pasar modal AS. Bursa Wall Street pun melejit. Indeks Dow Jones naik 1,4 persen pada perdagangan Rabu (9/11).
Kondisi serupa juga terjadi pada indeks S&P 500 dan indeks Nasdaq. Sebaliknya, bursa saham di berbagai negara rontok akibat ditinggalkan investor AS terutama negara-negara Asia dan emerging market.
Indeks Nikkei Jepang tersungkur 5,4 persen pada perdagangan Rabu. Pada hari yang sama Indeks Hang Seng Hongkong jatuh 2,15 persen.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia juga tak luput, tergelincir 1 persen pada perdagangan Rabu. Bahkan kejatuhan IHSG terus berlanjut hingga Jumat (11/11), saat indeks ditutup di level 5.289, anjlok 161 poin dibandingkan penutupan sehari sebelumnya.
Seiring mengalirnya modal ke pasar AS, permintaan terhadap dollar AS pun meningkat sehingga mata uang Paman Sam itu menguat terhadap mata uang lainnya.
Kurs rupiah pada perdagangan di pasar spot antarbank Jakarta (Jisdor) Kamis (10/11), ditutup melemah menjadi Rp 13.118 per dollar AS. Pelemahan terus berlanjut pada penutupan perdagangan Jumat saat kurs rupiah berada di level Rp 13.350 per dollar AS.
Di tengah perdagangan Jumat, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 13.800 per dollar AS sebelum akhirnya Bank Indonesia melakukan intervensi ke pasar.Tekanan terhadap rupiah bakal lebih besar jika Bank Sentral AS, Federal Reserve, jadi menaikkan suku bunga acuannya menjelang akhir tahun ini.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan maksud pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai acuan mata uang perekonomian dalam negeri. Menurut Sri Mulyani, nilai tukar rupiah tidak hanya berasal dari satu mata uang saja karena Indonesia memiliki partner dagang dari berbagai negara.
"Indonesia itu memiliki partner dagang maupun investasi. Kalau dilihat dari sisi kebutuhan, apa yang disebut competitiveness, nilai tukar yang selama ini dianggap sebagai indikator itu tidak hanya dari satu mata uang dan satu destinasi seperti Amerika Serikat, tapi yang seperti disampaikan oleh Presiden, adalah Indonesia juga memiliki banyak partner lain," ujar Sri Mulyani.
Lima mata uang yang menjadi mata uang utama di dunia selain dolar Amerika Serikat adalah Yuan, Euro, Yen, dan Poundsterling. Dengan demikian, Sri Mulyani menjelaskan bahwa lemah atau menguatnya mata uang tidak bisa hanya dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat.
"Jadi kalau melihat apresiasi atau depresiasi, ini harus kepada basket of currency itu, tidak hanya fokus kepada dolar Amerika Serikat saja," kata Sri Mulyani.(tribunnews/nicolas manafe/kompas.com)