Daripada terus meributkan konteks Pribumi, mari kita lihat bagaimana isu ini digunakan untuk kepentingan Pilpres 2019. Sejak awal kita mel...
Sejak awal kita melihat serangan kepada Jokowi selalu dengan isu yang ada “Cina-Cina”nya. Mulai dari tenaga kerja Cina, PKI yang ada komunis dan disana ada negara China, 9 naga sampai penguasaan ekonomi oleh keturunan Tionghoa..
Dan ini membangun sebuah stigma yang dilekatkan ke Jokowi bahwa ia “Pro Cina”. Isu ini terus menerus digulirkan lewat pesantren-pesantren sampai media sosial.
Di kalangan bumi datar, isu ini termasuk laris manis. Dimunculkan “monster” sebagai lawan bersama. Dikuatkan dengan berbagai berbagai gambar dan berita hoax, bahwa Cina sudah menguasai negeri ini.
Oke, ketika isu sudah menguat, harus ada superhero yang muncul untuk “membasmi semua kejahatan ini”.
Superhero itupun muncul dengan menggunakan kata “Pribumi”. Dan inilah superhero yang ditunggu-tunggu sebagai pelampiasan atas kesulitan ekonomi yang selama ini mendera mereka.
Superhero ini muncul saat pelantikan Gubernur DKI, bernama Anies Baswedan..
Perkataan “Pribumi” itu bukan sebuah kecelakaan, bukan juga untuk menggambarkan masa kolonial, tetapi untuk membangkitkan kebanggaan mereka yang merasa dirinya pribumi.
Sebuah supremasi…
Anies dan teamnya tentu belajar dari pemilu di AS, dimana Donald Trump menang dengan isu Supremasi Kulit Putih. Trump menggunakan isu untuk mengembalikan ekonomi kepada “warga AS asli” dan mendapatkan simpati dari mereka yang kesulitan secara ekonomi akibat resesi.
Isu itu juga dipakai Sebastian Kurz, Presiden Austria termuda di dunia yang baru saja menang pemilu – berusia 31 tahun – dengan jargon “Austria yang utama”. Isu yang kembali menjanjikan bahwa warga lokal akan mendapat tempat lebih dulu dalam ekonomi.
Dan dari kedua kasus itu, kita akhirnya mengenal bahwa isu Pribumi itu menjadi seksi, seperti gadis muda nan semlohai yang melenggok dengan senyum manis dan rambut dikibaskan untuk menggoda pria.
Apalagi pria itu sedang tertekan secara ekonomi, kalah dalam kompetisi dan tidak mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar sebagai seorang lelaki.
Anies sangat paham itu. Dan ia akan menempatkan dirinya sebagai rival kuat Jokowi..
Loh, lalu bagaimana dengan Prabowo yang sudah mimpi menjadi Presiden setiap hari?
Dari berbagai survey, ternyata popularitas Prabowo sulit untuk naik melawan Jokowi.
Jika head to head di Pilpres 2019, kemungkinan besar Prabowo kalah. Karena pertama, ia sudah dianggap sebagai “old skool” atau orang lama. Dan kedua, ia tidak mewakili pribumi muslim, ia lebih pas dikategorikan sebagai mantan tentara.
Titik inilah yang sulit menaikkan popularitas Prabowo untuk memenangkan pertarungan, sehingga harus dicari “darah baru” untuk melawan Jokowi nanti.
Dan untuk menaikkan popularitas Anies, dikeluarkanlah kata “Pribumi” yang akan menjadi perbincangan nasional, sekaligus menaikkan hasil surveynya sebagai Capres mengalahkan Prabowo.
Dari bisik-bisik tetangga, skenario ini adalah skenario yang sedang terjadi…
Anies ingin mengulang kesuksesan Jokowi yang menang menjadi Gubernur DKI dulu, untuk kemudian menang di Pilpres 2019 nanti. Dan inilah waktu yang tepat, karena namanya sedang naik-naiknya. Mangkanya, ia lebih senang berpidato daripada bekerja nantinya…
Dan Prabowo akan mengalami dejavu kedua..
Sesudah Pilpres 2019 ia merasa dicurangi oleh Megawati karena seharusnya PDI-P mendukung dia, kali ini ia akan ditelikung oleh pilihannya sendiri karena partai-partai Islam akan merapatkan diri ke Anies sebab ia lebih mewakili “pribumi yang muslim”.
Karena itu, hati-hati pak Prabowo. Jangan sampai bapak banting hape lagi..
“Terus, kapan gua jadi Presidennyaaaaaa?”
http://www.republiknkri.net/2017/10/24/prabowo-sebut-anies-musuh-dalam-selimut-karena-anies-siapkan-diri-nyapres/