Lensa News, Kala publik Indonesia tenggelam dalam hinggar bingar Pilkada DKI, di New York sana seorang diplomat muda cantik membala...
Pada Sidang Umum PBB, pemimpin enam negara di Pasifik itu menyerukan kemerdekaan Papua karena Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia di propinsi Papua dan Papua Barat.
Pernyataan enam kepala negara itu dibalas Indonesia sebagai bermotif politik, tidak mengerti persoalan Papua dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Mereka menggunakan Sidang Majelis Umum PBB untuk mengalihkan perhatian dunia terhadap masalah sosial dan politik di dalam negerinya.
Indonesia mengatakan pernyataan enam kepala negara itu didesain untuk mendukung kelompok separatis yang selalu berusaha menciptakan rasa tidak aman dan menyebarkan teror di Papua. Pernyataan ini sangat disesalkan dan berbahaya serta dilakukan oleh negara-negara yang menyalahgunakan posisi PBB, termasuk Sidang Umum Tahunan.
Sebagaimana diketahui Indonesia berusaha membendung internasionalisasi masalah Papua. Indonesia, terakhir Jakarta berhasil membendung keanggotaan kelompok separatis Papua menjadi anggota kelompok Negara-Negara Rumpun Melanesia (MSG) sementara perbaikan kualitas hidup di Papua terus dilakukan pemerintahan presiden Joko Widodo.
Yang menarik disini adalah pernyataan keras tersebut dibacakan oleh Sekertaris Dua Perwakilan Tetap Republik Indonesia di PBB. Tanggapan yang hanya dibacakan oleh seorang diplomat junior untuk pernyataan Kepala Pemerintahan yang tertinggi “ diplomatic rankny
” adalah sebuah “tamparan diplomatik” yang keras bagi ke enam negara di Pasifik itu.
Dan agaknya baru kali ada negara yang memerintahkan diplomat junior bukan Duta Besar yang mewakili Kepala Negara untuk menyampaikan protes resmi pemerintahnya atas pernyataan yang disampaikan oleh tidak hanya seorang tetapi enam orang kepala pemerintahan.
Tapi dibalik manuver diplomasi Indonesia dalam mempertahankan Papua di forum Internasional, kita melihat angin segar terkait kaderisasi diplomat di Kementerian Luar Negeri. Nampak jelas, Kemlu memberikan kesempatan bagi yang muda-muda untuk tampil bertarung di arena mancanegara menjajal kemampuannya berdiplomasi.
Yang membacakan protes resmi itu adalah Nara Masista Rakhmatia, diplomat cantik yang akan genap berusia 34 tahun bulan Desember nanti. Diplomat muda ini lulusan Sekolah Departemen Luar Negeri angkatan 33 tahun 2008 dan agaknya New York adalah penempatan pertama lulusan SMA 70 Jakarta.
Setelah lulus SMA, Nara kuliah di FISIP UI jurusan Hubungan Internasional dan lulus tahun 2002. Sebelum melamar PNS di Kemlu dia sempat menjadi peneliti di CERIC (Center for Research on Inter-group Relations and Conflict Resolution) dan juga Center for East Asia Cooperation Studies. Dua lembaga itu berada di bawah naungan FISIP UI. Selain itu, Nara juga menulis sejumlah jurnal kebijakan luar negeri seperti Intrastate Conflict Management: The Twin Track Approach, the United Nations and ASEAN in Myanmar, 2010.
Ketika diterima menjadi PNS di Kementerian Luar Negeri, Nara Masista ditempatkan di Direktorat Kerjasama Antar Kawasan pada Direktorat Jenderal Urusan Asia Pasifik dan Afrika. Di Kemlu, spesialisasi Nara nampaknya adalah Organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pasific APEC dan sempat menjabat Head of Section for The Budget and Management Committee (BMC) APEC sebelum dikirim ke New York.
Melihat prestasinya ini, tidak salah jika Kemlu menunjuk Nara yang juga ambil magister di Universitas St. Andrews Inggris ini menjadi juru bicara Indonesia di Forum PBB. Dan kini namanya dikutip oleh berbagai media di dunia. Exposure ini tentunya adalah berkat kepercayaan para diplomat senior yang memberikan kesempatan pada yang muda-muda tampil di muka.
Kita bangga punya diplomat muda yang begitu percaya diri melaksanakan tugas negara. Kita ingin melihat kedepan, Nara Marsita Rakhmatia dan para perempuan Indonesia yang berkarir sebagai diplomat bisa setara dengan Susan Rice atau Samantha Power dari Dubes Amerika di PBB yang selalu membuat orang terpaku dan terpaksa mendengar pernyataannya.
Dan agaknya baru kali ada negara yang memerintahkan diplomat junior bukan Duta Besar yang mewakili Kepala Negara untuk menyampaikan protes resmi pemerintahnya atas pernyataan yang disampaikan oleh tidak hanya seorang tetapi enam orang kepala pemerintahan.
Tapi dibalik manuver diplomasi Indonesia dalam mempertahankan Papua di forum Internasional, kita melihat angin segar terkait kaderisasi diplomat di Kementerian Luar Negeri. Nampak jelas, Kemlu memberikan kesempatan bagi yang muda-muda untuk tampil bertarung di arena mancanegara menjajal kemampuannya berdiplomasi.
Yang membacakan protes resmi itu adalah Nara Masista Rakhmatia, diplomat cantik yang akan genap berusia 34 tahun bulan Desember nanti. Diplomat muda ini lulusan Sekolah Departemen Luar Negeri angkatan 33 tahun 2008 dan agaknya New York adalah penempatan pertama lulusan SMA 70 Jakarta.
Setelah lulus SMA, Nara kuliah di FISIP UI jurusan Hubungan Internasional dan lulus tahun 2002. Sebelum melamar PNS di Kemlu dia sempat menjadi peneliti di CERIC (Center for Research on Inter-group Relations and Conflict Resolution) dan juga Center for East Asia Cooperation Studies. Dua lembaga itu berada di bawah naungan FISIP UI. Selain itu, Nara juga menulis sejumlah jurnal kebijakan luar negeri seperti Intrastate Conflict Management: The Twin Track Approach, the United Nations and ASEAN in Myanmar, 2010.
Ketika diterima menjadi PNS di Kementerian Luar Negeri, Nara Masista ditempatkan di Direktorat Kerjasama Antar Kawasan pada Direktorat Jenderal Urusan Asia Pasifik dan Afrika. Di Kemlu, spesialisasi Nara nampaknya adalah Organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pasific APEC dan sempat menjabat Head of Section for The Budget and Management Committee (BMC) APEC sebelum dikirim ke New York.
Melihat prestasinya ini, tidak salah jika Kemlu menunjuk Nara yang juga ambil magister di Universitas St. Andrews Inggris ini menjadi juru bicara Indonesia di Forum PBB. Dan kini namanya dikutip oleh berbagai media di dunia. Exposure ini tentunya adalah berkat kepercayaan para diplomat senior yang memberikan kesempatan pada yang muda-muda tampil di muka.
Kita bangga punya diplomat muda yang begitu percaya diri melaksanakan tugas negara. Kita ingin melihat kedepan, Nara Marsita Rakhmatia dan para perempuan Indonesia yang berkarir sebagai diplomat bisa setara dengan Susan Rice atau Samantha Power dari Dubes Amerika di PBB yang selalu membuat orang terpaku dan terpaksa mendengar pernyataannya.