Seorang teman mengirimkan foto lobby utama Metro Tanah Abang dengan dua lingkarakan hitam seperti pada gambar. Awalnya saya bingung, gambar ...
Seorang teman mengirimkan foto lobby utama Metro Tanah Abang dengan dua lingkarakan hitam seperti pada gambar. Awalnya saya bingung, gambar ini apa maksudnya? Lama, foto itu tidak menjadi perhatian saya, malah kemudian saya buang.
Tapi, ketika saya menyisir facebook pagi ini, foto yang sama muncul dimana-mana. Lalu saya berhenti di status seorang teman. Dia menulis seperti ini:
“Dulu saat aku masih fanatik agama, aku merasa marah kalau ada ornament natal yang dilarang lah, diharamkan lah, atau seperti digambar ini ditutupi lah, dan lain-lain.
Tetapi sekarang aku sadar kalau ornament natal bagi sebagian orang terlihat lebih menakutkan daripada teroris, lebih horror dari setan dan ibu tiri dan ingat ornament natal bisa “mendangkalkan akidah”.
Responku saat ini biasa saja melihat hal ini. Toh hal ini setiap tahun berulang lagi.
Nikmati saja kelucuan ini.”
Saya jadi ingat pengalaman perjalanan spiritual pribadi beberapa tahun kebelakang, mungkin 15 tahun lalu. Ketika saya berada jauh dari suara adzan dan suasana keislaman, saya seperti mencari dan berburu. Dan semakin ditekan kehadiran agama saya, semakin iman saya kuat.
Saat itu saya juga berpikir, kenapa orang begitu takut akan hal-hal yang berbau agama saya? Lama saya berusaha menganalisa untuk mencari jawaban yang paling mendekati kebenaran. Dan akhirnya saya menyimpulkan :
Keimanan mereka tidak kuat.
Mereka iri dan dengki
Dan saya tidak melihat lagi kemungkinan lagi yang bisa dijadikan alasan atas semua tindakan menekan agama dan keyakinan orang lain.
Sama seperti apa yang sekarang terjadi di Indonesia, terutama di Jakarta. Bisa juga sih alasan lainnya hanya sebagai pengalihan isu dari agenda yang sekarang sedang direncanakan. Dan mereka jadikan agama sebagai sasaran. Itu kalau kita lihat dari sisi otak perencana yang membuat agenda.
Tapi kalau saya pribadi, saya melihatnya, apa yang digaungkan oleh si perencana adalah sebuah test keimanan bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya test bagi keimanan mereka, tapi juga test nalar dan logika bagi mereka yang sudah merasa pintar.
Sebagai sesama Muslim, jujur, saya merasa prihatin dengan kondisi keimanan sodara-sodara seiman dengan saya yang begitu menjadi sangat rentan.
Kerentanan ini mereka tutupi dengan sikap-sikap yang intoleran atau marah-marah dengan menonjolkan ketersinggungan. Lalu saya mengaca pada diri sendiri. Saya pernah menjadi golongan agama minoritas, dan ketika sekitar menekan, saya diam. Tapi ketika berhadapan saya bicara dan mereka yang menekan yang kemudian terdiam. Sekarang saya menjadi bagian dari mayoritas, melihat mereka yang suka menekan kaum minoritas, saya jadi bertanya, apa untungnya?
Di Indonesia ini, banyak orang yang mengaku Muslim, begitu bangga karena posisi mereka menjadi kaum mayoritas, padahal agama Islam jelas dan terang benderang mengatakan bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, agama yang memiliki dasar Habluminannas Habluminallah, agama yang makna kata dari nama agama itu sendiri adalah DAMAI. Tapi sepertinya banyak orang yang tidak meyakini semua yang diajarkan.
Melihat tingkah sebagian orang yang merasa begitu terganggu dengan keberadaan agama lain, sampai merasa harus melakukan tindakan seperti membungkus ornament natal, atau melarang penjualan hiasan natal adalah bukti kelabilan iman. Mereka seperti takut kalau diri mereka akan merasa terpengaruh dan menjadi bagian dari agama lain karena dikelilingi ornament natal yang hanya muncul setahun sekali.
Parahnya, mereka juga seperti meminta agama lain mengagungkan agama mereka. Padahal dalam Islam jelas dikatakan bahwa Islam tidak pernah memaksa siapapun untuk menjadi penganutnya. Dan ini difirmankan di dalam Al Quran :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (Surat al-Baqoroh: 256)
juga tentang tolenrasi : "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S. al-Kafirun: 1-6)."
Kalau mereka meyakini Al Quran, seharusnya sikap-sikap yang sekarang begitu gencar dilakukan, harusnya tidak dilakukan. Ini yang membuat saya berpikir, mereka itu adalah kaum muslim yang sedang menghadapi kegalauan Iman. Parahnya, banyak tokoh agama yang justru berceramah menghasut umat untuk menghardik agama lain. Ini kan sangat memalukan!