DAMASKUS - Nama aslinya adalah Aldiansyah Syamsudin. Namun, ketika berada di Suriah, namanya berubah menjadi Abu Assam Al Indonisiy. Dari s...
DAMASKUS - Nama aslinya adalah Aldiansyah Syamsudin. Namun, ketika berada di Suriah, namanya berubah menjadi Abu Assam Al Indonisiy.
Dari sebuah kantor unit kontra-terorisme di Suriah Utara, Aldiansyah menceritakan bahwa dia dulunya adalah seorang tukang masak di Bogor, Jawa Barat.
Namun, masa depannya berubah setelah pergi ke Suriah, dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah ( ISIS).
Selama menjadi anggota ISIS, Aldiansyah belajar menembak menggunakan senapan mesin, dan AK-47.
ISIS menjanjikannya empat istri, sebuah mobil, dan sebuah rumah, yang nyatanya merupakan janji belaka.
Menjadi satu-satunya anggota ISIS yang selamat setelah sebuah serangan udara menghancurkan kendaraan dan para pejuang ISIS lainnya, Aldiansyah ditinggal dalam keadaan "terluka, sakit, dan kelaparan".
Dia kemudian diabaikan oleh warga sekitar sebelum akhirnya ditangkap Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Sekarang, Aldiansyah ingin pulang, dan mengaku tidak akan berbahaya bagi Indonesia, ataupun negara lain.
"ISIS sudah tidak peduli dengan saya. Lantas, mengapa saya harus mengikuti ajaran mereka?" kata Aldiansyah dikutip dari Australia Plus Rabu (20/12/2017).
Dari Dapur Menuju Medan Perang
Perjalanan Aldiansyah dimulai setelah lulus dari pondok pesantren di Bogor.
Melihat ajaran ISIS di internet, Aldiansyah menjadi radikal, dan bergabung dengan sebuah kelompok bernama Gadi Gado lewat pesan di Telegram.
"Saya tertarik untuk bergabung dengan IS karena teman saya bilang hidupnya gratis dan nyaman, bisa memiliki empat istri, dan mereka akan memberi uang, rumah, dan mobil," tutur Aldiansyah.
Lewat Telegram, Aldiansyah berkenalan dengan orang Indonesia bernama Abu Hofsah yang memberi tahu bagaimana cara ke Suriah.
Abu Hofsah kemudian mengiriminya uang sebesar 1.000 dolar Australia, atau sekitar Rp 10,4 juta, untuk membayar tiket pesawat.
Aldiansyah tiba di Turki pada Maret 2016, dan sempat tinggal di sebuah rumah di Kota Gaziantep, sebelum dikirim ke timur Suriah.
Malam hari, Aldiansyah didatangi oleh seorang Muharrib (pejuang) yang memberi tahu bahwa sudah saatnya mereka pergi ke perbatasan.
Maka mereka bersepuluh naik mobil, dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.
"Kami menyeberang sungai dan terus berjalan. Kemudian menemukan barikade dari bahan logam. Tentara Turki menembaki kami, tapi kami berhasil tiba," papar Aldiansyah.
Aldiansyah masuk ke Suriah April 2017, lebih lambat dibandingkan anggota asing ISIS yang lain.
Meski begitu, dia tetap bangga. Sebab, dia berhasil melewati perbatasan Turki dengan selamat meski militer melakukan penjagaan ketat.
Waktu kedatangannya bertepatan saat ISIS telah tedorong ke selatan dan tidak lagi memiliki akses ke perbatasan.
Aldiansyah melanjutkan, selama di Suriah, dia dilatih oleh orang Indonesia dengan nama alias Abu Walid Al Indonesiya, dan warga negara Filipina bernama Abu Abdulrohman Al Phillipini.
Dia dilatih untuk menggunakan berbagai jenis senjata ringan. Latihan militer itu digelar di Provinsi Hama, dan berlangsung selama 20 hari.
"Saya belajar menggunakan empat senjata. Termasuk AK, granat berpelontar roket (RPG), dan senapan mesin PKC," ujar Aldiansyah.
Aldiansyah mengaku hanya mengenal lima warga negara Indonesia di Suriah meski pemerintah yakin ada ratusan orang yang bergabung dengan ISIS.
Selain itu, Aldiansyah menyatakan tidak pernah masuk ke Raqqa untuk berperang.
Ditipu dengan Janji ISIS
Janji hidup gratis, nyaman, memiliki istri, rumah, dan mobil nyatanya tidak pernah terjadi dalam diri Aldiansyah.
Sebaliknya, dia mengatakan sangat menderita setelah selesai menuntaskan latihan militernya.
Saat itu, dalam perjalanan, mobil yang ditumpanginya diserang oleh jet tempur, dan menewaskan semua penumpang kecuali Aldiansyah.
Dalam keadaan terluka, sakit, kelaparan, dan tidak mengerti bahasa Arab, Aldiansyah mencoba untuk meminta bantuan kepada penduduk setempat.
"Namun, mereka malah menghindari saya," tutur Aldiansyah.
Kenyataan ini membuatnya terkejut dan pasrah hingga kemudian ditangkap oleh SDF yang disokong oleh negara-negara Barat.
"ISIS mengklaim bahwa mereka dicintai rakyat. Tapi, setelah saya datang ke sana, saya menemukan banyak penduduk setempat tidak menyukai mereka," beber Aldiansyah.
Kini, Aldiansyah mengaku ingin pulang ke Indonesia. Dia berjanji tidak akan mengancam siapapun.(Ardi Priyatno Utomo/Australia Plus ABC)
Artikel ini sudah dipublikasikan di KOMPAS.com dengan judul: Kisah Tukang Masak Bogor yang Menjadi Anggota ISIS