ilustrasi Entah apa yang ada di benak aparatur Kepala Desa Cikahuripan ini yang mengeluarkan larangan kegiatan kebaktian keluarga di rumah ...
ilustrasi
Entah apa yang ada di benak aparatur Kepala Desa Cikahuripan ini yang mengeluarkan larangan kegiatan kebaktian keluarga di rumah seorang warga Perum Villa Cileungsi Asri 2 Bapak Simamora.
Apa maksudnya surat larangan diskriminasi ini?
Kebaktian keluarga bulanan itu sama seperti wirid, tahlilan, arisan dll yang sifatnya giliran berpindah tempat dari rumah ke rumah setiap anggota.
Orang Batak umumnya punya dua atau tiga perkumpulan yang diikutinya. Perkumpulan marganya, istrinya dan gereja.
Sekali setahun dapat giliran menjadi tuan rumah arisan marga atau gereja. Pertemuan itu dibarengi dengan kebaktian. Tapi sejatinya silaturahmi antar keluarga yang utama.
Maka sungguh mengherankan pemerintahan desa Cikahuripan melarang kegiatan yang tidak ada unsur melanggar norma agama, adat, hukum dan undang2.
Pemerintah Kabupaten Bogor, Bupati Bogor harus menindak kesewenang-wenangan diskriminatif ini segera. Membiarkan hal ini akan berdampak pada disharmoni toleransi kebangsaan.
Sekali lagi Bupati harus bertindak. Ajarkan Pancasila pada anak buah anda.
Sungguh keterlaluan ketika umat Kristiani bersuka cita menyambut Natal tahun ini, ada sekelompok orang mengatasnamakan kekuasaan melarang umat Kristiani melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan perumahan. Surat teguran sekaligus surat larangan tersebut beredar luas di sosial media. Berikut adalah surat larangan tersebut dengan kop surat bertulisan huruf kapital tertulis PEMERINTAHAN KABUPATEN BOGOR, KECAMATAN KLAPANUNGGAL, DES CIKAHURIPAN dengan alamat Jl. Raya Klapanunggal Cipeucang No.1 Cibeber dengan kodepos 16877.
Isi surat tersebut adalah sebagai berikut,
Cikahuripan, 15 Desember 2017
KepadaYth.
Bapak/Ibu Pemilik RumahDan pendeta
di-TEMPAT
Berdasarkan surat laporan pernyataan Warga Perum Villa Cileungsi Asri 2 tertanggal 13 Desember 2017 yang berisi pernyataan keberatan atas kegiatan keagaam Jemaat Nasrani di lingkungan Perum Villa Cileungsi Asri.2
Berdasarkan hal tersebut diatas kami Selaku Pemerintahan Desa Cikahuripan mohon kepada pihak pengurus/pemilik rumah(Bpk. SIMAMORA) Atau Pendeta Jemaat tersebut untuk tidak melakukan kegiatan keagamaan kebaktian karena baik ijin peruntukan bangunannya maupun kegiatannya BELUM LEGAL, maka dengan hal ini kami lakukan untuk menjaga stabilitas ketertiban dan keamanan lingkungan Desa Cikahuripan Khususnya dan Kecamatan Klapanunggal pada Umumnya.
Demikian surat teguran ini kami sampaikan untuk dapat di pahami dan menjadi maklum.
Atas segala perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Surat yang ditandatangani oleh Kepala Desa Cikahuripan Makmur Murhendi dan ditembuskan kepada Camat Klapanunggal, Kapolsek Klapanunggal, Danramil Klapanunggal, MUI Kecamatan Klapanunggal, KUA Kecamatan Klapanunggal, BPD Cikahuripan, MUI Desa Cikahuripan ini terasa sangat-sangat serius.
Sebagai seorang warga negara Indonesia, kita mempunyai hak untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan kita, dan itu dijamin oleh UUD 45. Pada pasal 29 ayat 2 berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Dari pasal 29 ayat 2 UUD 1945 mempunyai makna bahwa kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut berbagai agama dan kepercayaan tersebut harus saling hormat menghormati serta bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup serta saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Jelas, semuanya dijamin oleh UUD45. Lalu kenapa sekarang harus ada larangan beribadah untuk agama tertentu dengan alasan bahwa rumah tersebut bukan rumah ibadah dan belum legal? Padahal setiap warga negara berhak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
Menurut perkiraan saya, pemilik rumah dan pendeta tersebut tidak mungkin menjadikan rumah tersebut sebagai tempat ibadah rutin. Dan pemilik rumah atau pun pendeta pasti menyadari hal tersebut. Tetapi jika rumah tersebut dipakai untuk kegiatan ibadah tidak rutin, apakah hal tersebut menyalahi peraturan yang ada? Seperti umat Muslim yang mengadakan pengajian di rumah warga apakah tersebut menyalahi peraturan yang ada? Saya kira tidak. Dan itu diperbolehkan.